Sabtu, 24 Maret 2018

Mencari Kesempurnaan

*Tulisan :* *Prof. Dr. Bj. Habibie.*_


*_Ada yang memiliki kecukupan harta dan benda, tapi dia diberi sakit yang parah,_*

.

*_Ada yang memiliki istri yang cantik, tapi dia diberi rumah tangga yang setiap hari cek-cok,_*

.

*_Ada yang suami – istri keluarganya lengkap diberi anak yang lucu-lucu dan sehat, tapi keluarganya, ayah-ibu, adik-kakaknya berantakan,_*

.

*_Ada yang memiliki pasangan penyabar dan penyayang, tapi dia masih merindukan momongan,_*

.

*_Ada yang memiliki suami tampan dan karier yang mapan, Tapi dia juga sering merasakan perangai suaminya yang kasar dan kurang perhatian,_*

.

*_Ada yang memiliki semunya hampir sempurna, tapi dia tidak mendapat kesolehan dan merasakan manis-nya ibadah,_*


.

*_Maka yakinlah bahwa setiap orang yang memiliki kelebihan pasti ia juga memiliki kekurangan,_*

.

_*Tidak ada yang sempurna..*_


*_Belum tentu semua yang terlihat indah serta manis diluarnya, seperti itu juga di dalamnya,_*

.

*_Andai saja kita dapat mengetahuinya, pasti kita akan banyak bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan diri kita seperti ini tanpa melirik dan mengharapkan kehidupan orang lain yang kita idam-idamkan._*

.

*_Boleh jadi, ketika kita mengetahui keadaan yang sebenarnya, kita akan berdoa kepada Allah agar jangan diberi ujian yang sama seperti diri dia._*

.

*_Jadi sekali lagi tidak perlu iri dengan kehidupan orang lain, karena apa yang sekarang kita jalani itu adalah rezeki yang terbaik dan ternikmat yang Allah anugerahkan kepada kita,_*

.

*_Banyak hal yang baik dalam diri setiap manusia, namun kadang kita lupa mensyukuri nikmat itu,_*

.

*_Maka banyaklah bersyukur atas keadaan mu yang sekarang ini, Karena jika Allah menghendaki maka semua juga akan berubah._*

.

*_Semoga Tuhan senantiasa menolong kita untuk bisa menjadi hamba-hambaNya yang banyak bersyukur._ _Aamiin._*


_________________

*Wassalam,*

_*Habibie*

Sumber :

Tulisan dari Prof. DR.BJ Habibi klik di sini


Doa Memohon Ampunan

Bismillahirrahmanirrahiim


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Dzikir Harian untuk hari Sabtu 

Baca :

- Laa ilaaha illallaah   

  100 x

- Al Ikhlas (Qulhu)  10 x

- Robbighfirli warhamni

  watub Alayya     100  x


Bismillahirrahmanirrahiim

*"Allahumma innii as 'aluka 'ilmaa naafiaan wa rizqaan thoyyibaan wa 'amalaan mutaqobbalaan" ...3x*


*Doa Tawakkal dan Taubat*

Bismillahirrahmanirrahim 

*Rabbanaa `alaika tawakkalnaa wailaika anabnaa wailaikal mashiiru rabbanaa laa taj`alnaa fitnatal lilladziina kafaruu waghfirlanaa rabbanaa innaka antal`aziizulhakiim(u). ..... 3x*

Artinya :

"Wahai Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal, hanya kepada Engkaulah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah orang-orang kafir. Ampunilah kami wahai Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." 

(Q.S. Al-Mumtahanah[60]:4-5)


Aamiin yaa Allah yaa Robbal 'Aalamiin 


*Sayidul Istighfar:*

Allahumma Anta rabbii Laa ilaaha illaa anta, khalaktani wa anaa abduka wa anaa 'alaa 'ahdika wawa'dika mas tatha'tu, a' uudzubika min syarri maa shana'tu, wa abuu'u laka bini'matika 'alayya wa abuu'u bidzanmbii faghfirlii fa innahu laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta.


*Do'a agar diri dan keturunan dimudahkan dpt melaksanakan shalat*


*رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ   ۖ    رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ*


*robbij'alnii muqiimash-sholaati wa min zurriyyatii robbanaa wa taqobbal du'aaa`*

"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan sholat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku."

(QS. Ibrahim 14: Ayat 40)



Semoga bermanfaat bagi yang mengamalkannya

Kamis, 22 Maret 2018

Pengertian Ijma’, Dasar Hukum, Rukun dan Macam-Macam Ijma’ 

Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap sesuatu. Pengertian kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu orang. Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara yang tidak dimukan dasar hukumnya dalam Al Qur’an dan Hadits. Hal yang demikian pernah dilakukan pula oleh Abu Bakar ra apabila terjadi kepada dirinya perselisihan, pertama ia merujuk kepada kitab Allah, jika ia temui hukumnya maka ia berhukum padanya. Jika tidak ditemui dalam kitab Allah dan ia mengetahui masalah itu dari Rasulullah Saw., ia pun berhukum dengan sunnah Rasul. Jika ia ragu mendapati dalam sunnah Rasul Saw., ia kumpulkan para shahabat dan ia lakukan musyawarah. Kemudian ia sepakat dengan pendapat mereka lalu ia berhukum memutus permasalahan. Jadi obyek ijma’ ialah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ada dasarnya dalam al-Qur'an dan al-Hadits, peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadat ghairu mahdhah (ibadat yanng tidak langsung ditujukan kepada Allah Swt) bidang mu'amalat, bidang kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berhubungan dengan urusan duniawi tetapi tidak ada dasarnya dalam Al Qur'an dan Hadits. Dasar Hukum. Al Qur’an. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا “

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An Nisa’ : 59) 

Kata ulil amri yang terdapat pada ayat di atas mempunyai arti hal, keadaan atau urusan yang bersifat umum meliputi urusan dunia dan urusan agama. Ulil amri dalam urusan dunia ialah raja, kepala negara, pemimpin atau penguasa, sedang ulil amri dalam urusan agama ialah para mujtahid. Dari ayat di atas dipahami bahwa jika para ulil amri itu telah sepakat tentang sesuatu ketentuan atau hukum dari suatu peristiwa, maka kesepakatan itu hendaklah dilaksanakan dan dipatuhi oleh kaum muslimin. 

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا “ 

dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, …” (QS. Ali Imran ; 103)

 وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا 

“dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itudan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’ ; 115). 

Pada ayat ini Allah Swt melarang untuk: 

a. Menyakiti/ menentang Rasulullah Saw. 

b. Membelot/ menentang jalan yang disepakati kaum mu’minin. Ayat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i ketika ada yang menanyakan apa dasarnya bahwa kesepakatan para ulama bisa dijadikan dasar hukum. Imam Syafi’i menunda jawaban atas pertanyaan orang tersebut sehingga tiga hari, beliau mengulang-ulang hafalan Al Qur’an  hingga menemukan ayat ini. Contoh Ijma’: kewajiban shalat lima waktu. Hadits. Sabda Rasulullah Saw: "Umatku tidak akan bersepakat untuk melakukan kesalahan". Apabila para mujtahid telah melakukan ijma’ dalam menentukan hukum syara' dari suatu permasalahan hukum, maka keputusan ijma’ itu hendaklah diikuti, karena mereka tidak mungkin melakukan kesepakatan untuk melakukan kesalahan apalagi kemaksiatan dan dusta. Sabda Rasulullah Saw: “Apabila seseorang menginginkan kemakmuran surga, hendaknya selalu berjamaah”. Dalam hadits diatas Imam Syafi’i berkomentar: “Jika keberadaan para mujtahid tersebar diseluruh penjuru dunia, dan apabila tidak dimungkinkan bertemu langsung tetapi pendapatnya dapat sampai pada sejumlah mujtahid, maka dapat terjadi ijma’ dalam menetapkan sebuah hukum. Dan ketetapan para mujtahid ini dianggap sebagai ijma’, dan apabila ada yang mengingkarinya maka harus ditemukan bukti dan dalil baru untuk keputusan ijma’ tersebut”. Dalil Aqliah. Setiap ijma’ yang ditetapkan menjadi hukum syara', harus dilakukan dan disesuaikan dengan asal-asas pokok ajaran Islam. Karena itu setiap mujtahid dalam berijtihad hendaklah mengetahui dasal-dasar pokok ajaran Islam, batal-batas yang telah ditetapkan dalam berijtihad serta hukum-hukum yang telah ditetapkan. Bila ia berijtihad dan dalam berijtihad itu ia menggunakan nash, maka ijtihadnya tidak boleh melampaui batas maksimum dari yang mungkin dipahami dari nash itu. Sebaliknya jika dalam berijtihad, ia tidak menemukan satu nashpun yang dapat dijadikan dasar ijtihadnya, maka dalam berijtihad ia tidak boleh melampaui kaidah-kaidah umum agama Islam, karena itu ia boleh menggunakan dalil-dalil yang bukan nash, seperti qiyas, istihsan dan sebagainya. Jika semua mujtahid telah melakukan seperti yang demikian itu, maka hasil ijtihad yang telah dilakukannya tidak akan jauh menyimpang atau menyalahi Al Qur'an dan Hadis, karena semuanya dilakukan berdasar petunjuk kedua dalil ltu. Jika seorang mujtahid boleh melakukan seperti ketentuan di atas, kemudian pendapatnya boleh diamalkan, tentulah hasil pendapat mujtahid yang banyak yang sama tentang hukum suatu peristiwa lebih utama diamalkan. Rukun Ijma’. Adapun rukun ijma’ dalam definisi di atas adalah adanya kesepakatan para mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa atas hukum syara’. Kesepakatan itu dapat dikelompokan menjadi empat hal:

 a. Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya seorang (mujtahid) saja di suatu masa. Karena ‘kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang, pendapatnya disepakati antara satu dengan yang lain. 

b. Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah, dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka. Andai yang disepakati atas hukum syara’ hanya para mujtahid haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz saja, mujtahid ahlu Sunnah, Mujtahid ahli Syiah, maka secara syara’ kesepakatan khusus ini tidak disebut Ijma’. Karena ijma’ tidak terbentuk kecuali dengan kesepakatan umum dari seluruh mujtahid di dunia Islam dalam suatu masa. 

c. Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka dengan pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau perbuatan. d. Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid. Jika sebagian besar mereka sepakat maka tidak membatalkan kespekatan yang ‘banyak’ secara ijma’ sekalipun jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak maka tidak menjadikan kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i yang pasti dan mengikat.

 Apabila rukun ijma’ yang empat hal di atas telah terpenuhi dengan menghitung seluruh permasalahan hukum pasca kematian Nabi Saw dari seluruh mujtahid kaum muslimin walau dengan perbedaan negeri, jenis dan kelompok mereka yang diketahui hukumnya. Perihal ini, nampak setiap mujtahid mengemukakan pendapat hukumnya dengan jelas baik dengan perkataan maupun perbuatan baik secara kolompok maupun individu. Selanjutnya mereka mensepakati masalah hukum tersebut, kemudian hukum itu disepakati menjadi aturan syar’i yang wajib diikuti dan tidak mungkin menghindarinya. Lebih lanjut, para mujtahid tidak boleh menjadikan hukum masalah ini (yang sudah disepakati) garapan ijtihad, karena hukumnya sudah ditetapkan secara ijma’ dengan hukum syar’i yang qath’i dan tidak dapat dihapus. Syarat-syarat Mujtahid  Mujtahid hendaknya sekurang-kurangnya memiliki tiga syarat: 

a. Memiliki pengetahuan dasar berkaitan dengan, 

1. Memiliki pengetahuan tentang Al Qur’an. 

2. Memiliki pengetahuan tentang Sunnah.

 a.Memiliki pengetahuan tentang masalah Ijma’ sebelumnya. 

b. Memiliki pengetahuan tentang ushul fikih.

 c. Menguasai ilmu bahasa Arab. 

Selain itu, Al Syatibi menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki pengetahuan tentang maqasid al Syariah (tujuan syariat). Oleh karena itu seorang mujtahid dituntut untuk memahami maqasid al Syariah. Menurut Syatibi, seseorang tidak dapat mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai dua hal: 

Pertama, ia harus mampu memahami maqasid al syariah secara sempurna, Kedua ia harus memiliki kemampuan menarik kandungan hukum berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya atas maqasid al Syariah. Macam-macam Ijma’. 

a. Ditinjau dari segi terjadinya.

 1. ljma' sharih/qouli/bayani, yaitu para mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas dan tegas, baik berupa ucapan atau tulisan, seperti hukum masalah ini halal dan tidak haram. 

2. Ijma’ sukuti/iqrari yaitu para mujtahid seluruh atau sebahagian mereka tidak menyatakan pendapat dengan jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja atau tidak memberikan reaksi terhadap suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid lain yang hidup di masanya. 

Para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan ijma’ sukuti ini: ada yang menyatakan sebagai dalil qath’i dan ada yang berpendapat sebagai dalil dzhannî. Sebab-sebab terjadinya perbedaan adalah: keadaan diamnya sebagian mujtahid tersebut mengandung kemungkinan adanya persetujuan atau tidak. Apabila kemungkinan adanya persetujuan: maka hal ini adalah dalil qath’i, dan apabila ada yang tidak menyetujui: maka hal itu bukanlah sebuah dalil, dan apabila ada kemungkinan memberi persetujuan tetapi dia tidak menyatakan: maka hal ini adalah dalil dzhanni. Dalam hal ini ada perbedaan diantara ulama madzhab: ulama malikiyah dan syafi’iyyah menyatakan ijma’ sukuti bukan sebagai ijma’ dan dalil. 

Sedangkan menurut ulama Hanafiyah dan hanabilah menyatakan bahwa ijma’ ini dapat dinyatakan sebagai ijma’ dan dalil qath’i. b. Ditinjau dari segi keyakinan. 

1. ljma' qath'i, yaitu hukum yang dihasilkan ijma’ itu adalah sebagai dalil qath'i diyakini benar terjadinya. 

2. ljma' zhanni, yaitu hukum yang dihasilkan ijma’ itu dzhanni, masih ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijmâ’ yang dilakukan pada waktu yang lain. 

c. Ditinjau dari Waktunya. 

1. Ijma’ sahabat, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Saw; 

2. Ijma’ khulafaurrasyidin, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan pada masa ke-empat orang itu hidup, yaitu pada masa Khalifah Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal dunia ijmâ’ tersebut tidak dapat dilakukan lagi; 

3. Ijma’ shaikhan, yaitu ijmâ’ yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab; 

4. Ijma’ ahli Madinah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama Madinah. Ijma’ ahli Madinah merupakan salah satu sumber hukum Islam menurut Madzhab Maliki, tetapi Madzhab Syafi'i tidak mengakuinya sebagai salah satu sumber hukum Islam; 

5. Ijma’ ulama Kufah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama Kufah. Madzhab Hanafi menjadikan ijma’ ulama Kufah sebagai salah satu sumber hukum Islam. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian ijma’. dalil ijma'. rukun ijma'. macam-macam Ijma’. Semoga dengan membaca ulasan ini pemahaman kita tentang ijma' menambah hazanah ilmu kita. Aamiin. 

Sumber buku siswa Fiqih Kelas XII MA. Kementerian Agama Republik Indonesia.

 


Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2017/09/pengertian-ijma-dasar-hukum-rukun-dan.html?m=1

renungan diri klik sini

.

Alqur'an, Hadis, Ijma dan qias dalam Akidah Islam

Dalam  islam ada empat sumber hukum yang telah disepakati oleh para ulama yaitu Al-qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas. Keempat sumber hukum inilah yang dapat dijadikan dalil oleh umat islam dalam menentukan suatu hukum atas perkara sesuatu . Apabila kita ingin mengambil dasar hukum, maka harus sesuai urutannya dari Alqur’an, Sunnah, Ijma’dan Qiyas. Maksudnya apabila kita menemukan suatu hal, kita lihat dulu dalam Alqur’an kalau ada hukumnya maka dijalankan, apabila tidak menemukan hukumnya dalam Al-qu’ran maka dilihat dari Sunnah (hadis nabi), apabila tidak menemukan hukumnya dalam hadis maka kita lihat dari hasil ijtihad para ulama  yang disebut dengan Ijma’, dan bila tidak ditemukan juga hukum dari ijma’ para ulama tersebut, maka kita lakukan ijtihad sendiri (para ulama) yaitu dengan Qiyas (memperbandingkan keputusan-keputusan yang berdasarkan nash). Berikut penjelasan keempat sumber hukum tersebut.


 

Perbedaan Al-Qur’an, Hadis, Ijma’ dan qiyas


1. Al-Qur’an
AL-Qur’an merupakan sumber  hukum  islam yang paling utama. Menurut bahasa Al-qur’an artinya bacaan atau yang dibaca, sedangkan menurut istilah Al-quran ialah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW  melalui perantara malaikat jibril yang merupakan mukjizat,  yang  berisi tentang petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia dan yang membacanya merupakan ibadah.


Fungsi Al-qur’an

  •   Sebagai sumber ajaran/hukum islam yang utama.
  • Sebagai petunjuk bagi manusia.
  • Sebagai peringatan dan penyejuk. 
  •   sebagai informasi dan konfirmasi terhadap hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh akal. 
  • Sebagai pemisah antara yang hak dan yang batil.
      Contoh Sumber hukum dalam Al-qur’an ialah: perintah sholat




2. Hadits 
Hadits merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-qur’an. Hadis ialah segala bentuk tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir) nya Nabi.
Hadis terbagi tiga yaitu:
1. hadis qauli yaitu hadis yang berupa ucapan nabi Muhammad SAW
2. hadis fi’li yaitu hadis yang berupa perbuatan nabi SAW.
3. Hadis Taqriri yaitu hadis yang berupa persetujuan nabi atau diamnya nabi SAW.

Fungsi Hadis
·         Sebagai sumber kedua ajaran islam setelah Al-qur’an
·         Memmpertegas atau memperkuat hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al-qur’an.
·         Menjelaskan, menafsirkan, merinci ayat-ayat Al-qur’an yang masih umum dan samar-samar.
·         Menetapkan sesuatu yang belum ditetapkan oleh Al-qur’an (melengkapi Al-qur’an).

Contoh sumber hukum dalam hadis ialah: cara mengerjakan sholat
Didalam al-qur’an hanya menjelaskan tentang perintah sholat sedangkan  cara mengerjakan sholat tidak dijelaskan. Jadi cara mengerjakan sholat kita ambil dari hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
“sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat”

3. Ijma’
Ijma merupakan sumber hukum islam yang ketiga setelah hadis.  Ijma’ ialah kesepakatan hukum yang diambil dari Fatwa atau musyawarah para Ulama tentang suatu perkara yang tidak ditemukan hukumnya didalam Al qur'an ataupun hadis . Tetapi rujukannya pasti ada didalam Al-qur’an dan hadis. ijma’ pada masa sekarang itu diambil dari keputusan-keputusan ulama islam seperti MUI.

Contoh Ijma’ ialah :hukum mengkonsumsi ganja atau sabu-sabu, atau sejenis minuman yang memabukkan.
Didalam Al-qur’an Allah hanya menjelaskan tentang larangan meminum minuman khamar. Sebagaimana firman Allah Swt:

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-maidah :90)

sedangkan masalah ganja ataupun sabu-sabu tidak dijelaskan didalam Al-qur’an. Jadi kita ambil hukumnya  dari hasil ijma’ para ulama yaitu haram mengkonsumsi ganja atau sabu-sabu karena dapat memabukkan.

4. Qiyas
Qiyas merupakan sumber hukum islam yamg ke empat setelah ijma’. Qiyas ialah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya didalam Al-qur’an dan hadis dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan berdasarkan nash.

Contoh Qiyas ialah :larangan memukul dan memarahi oaring tua.
Didalam Al-qur’an allah menjelaskan “ dan janganlah kamu mengatakan Ah kepada kedua orang tuamu”.Sedangkan memukul dan memarahi orang tua tidak disebutkan. Jadi diqiyaskan oleh para ulama bahwa hukum memukul dan memarahi orang tua sama dengan hukum mengatakan Ahyaitu sama-sama menyakiti hati orang tua dan sama-sama berdausa.


Jumat, 16 Maret 2018

Bulan Rajab 1439 H

Assalamualaikum wr wb. Saudaraku...sekedar mengabarkan,menginformasikan bhwa bsk hr Ahad tgl 18 maret 2018 bertepatan tgl 1  Rajab 1439 H, 
''Bagi yg mengerjakan puasa 2 hari di awal Rajab seakan Ibadah 2 thn (Ahad, senin),Bagi yang mengerjakan Puasa dari hr (Ahad, Senin, Selasa) berturut2 dibln Rajab maka pahalanya Ibadah 700 thn dan Bagi yg mengingatkn org lain ttg ini seakan Ibadah 80 thn''
Subhanallah...
Begitu mulya dan Indahnya Bln Rajab, saudaraku...jangan sia2kn bln yg sngt mulya ini. Tks...💐 Mulai Malam Ahad, tgl 18 maret 2018 (Ba'da Maghrib sudah masuk  1 Rajab. Rasullullah Bersabda "Barang Siapa Yang Memberitahukan Berita 1 Rajab Kepada Yang Lain, Maka Haram Api Neraka Baginya".   Dan berdzikirlah mengingat اَللّهُ ...
*" لااله الاالله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد يحيي ويميت وهوعلى كل شيءقدير- سبحان الله والحمدلله ولااله الاالله والله اكبر- ولاحول ولاقوة الاب الله العلي العظيم"*
” Sebarkan!, Anda  akan membuat beribu-ribu manusia berzikir kepada Allah SWT  آمِّيْنَ آمِّيْنَ آمِّيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ   maaf... Jangan putus di Anda. Gak sampai 1 menit kok اَللّهُ maha besar...

Salam 😊🙏🏻

Minggu, 04 Maret 2018

Puasa

Puasa

Puasa adalah tindakan sukarela dengan berpantang dari makanan, minuman, atau keduanya, perbuatan buruk dan dari segala hal yang membatalkan puasa untuk periode waktu tertentu[1]. Puasa mutlak biasanya didefinisikan sebagai berpantang dari semua makanan dan cairan untuk periode tertentu, biasanya selama satu hari (24 jam), atau beberapa hari. Puasa lain mungkin hanya membatasi sebagian, membatasi makanan tertentu atau zat. Praktik puasa dapat menghalangi aktivitas seksual dan lainnya serta makanan. Puasa, sering dilakukan dalam rangka menunaikan ibadah, juga dilakukan di luar kewajiban ibadah untuk meningkatkan kualitas hidup spiritual seseorang yang melakukannya. Hal semacam ini sering ditemukan dalam diri pertapa atau rahib. Inti dari maksud dan tujuan puasa itu adalah pengekangan diri dari sebuah keinginan untuk mencapai sebuah tujuan. Oleh karenanya, puasa dapat didefinisikan sebagai usaha pengekangan diri dari sebuah keinginan yang dilarang untuk mencapai sebuah tujuan.

Puasa dalam IslamSunting

Dalam Islam, puasa (disebut juga Shaum) yang bersifat wajib dilakukan pada bulan Ramadhan selama satu bulan penuh dan ditutup dengan Hari Raya Idul Fitri. Puasa dilakukan dengan menahan diri dari makan dan minum dan dari segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat sesuai perintah dalam kitab suci umat Islam Al Quran. Puasa juga menolong menanam sikap yang baik dan kesemuanya itu diharapkan berlanjut ke bulan-bulan berikutnya dan tidak hanya pada bulan puasa. Jika didasarkan pada ritual puasa itu sendiri, maka jika kita hendak mengakhirinya atau berbuka, maka terasa bertolak belakang jika kita tidak berbuka sekedarnya saja.

Menjelang Bulan Puasa 1439

*Sekedar mengingatkan saja*

*+/- 75 Hari Menuju Ramadhan 1439 H.*

🌃 *1 Ramadhan insya Allah Tanggal 17 Mei 2018 (Malam Kamis )*

🌃 *1 Sya'ban InsyaAllah 18 April 2018 (Malam Rabu)*

🌃 *1 Rajab insyaAllah 19 Maret 2018 (Malam Senin)*

🖋 *Sekarang tanggal 15 Jumadil Akhir/Tsani 1439 H.* (3 Maret 2018)
Artinya InsyaAllah +/- 2 Bulan Setengah Lagi kita akan kedatangan Bulan Suci Ramadhan 1439 H.

*Adakah yang masih punya hutang puasa Ramadhan Tahun Kemarin? Ayo kita saling mengingatkan keluarga kita, dan orang-orang terdekat kita untuk melunasi kewajiban!!*

*Jaga masa luangmu sebelum datang masa sempitmu.*

Ya Allah Sampaikanlah kami Kepada Bulan Suci Ramadhan dalam keadaan *Sehat dan Iman* Yang Kuat. آمين 🙏🏻

Semoga bermanfaat.
Silahkan bisa di share.
Terima Kasih ☺🙏