Kamis, 27 Juni 2013

MAAD JASMANI

ma’âd jasmani
ﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻻ ﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ
Ma’âd di samping jasmani juga ruhani. Apa yang
disebut dalam ma’âd jasmani adalah kembalinya
bagian-bagian orisinil ( ahsliyah) badan.
Bagian orisinil ( ashliyah) adalah bagian-
bagian yang disebutkan dalam sebagian riwayat
sebagai thinat. Dengan definisi ini, tatkala
seluruh manusia meninggal dunia dan binasa,
sesuai dengan beberapa riwayat, yang tersisa
adalah thinat dan bagian-bagian orisinilnya.
Yang pergi ke akhirat adalah bagian-bagian
orisinil manusia.
Karena itu, ma’ad jasmani tidak memerlukan
tanah lebih planet bumi sehingga harus
dipertanyakan apakah bumi mencukupi sebagai
tempat berkumpulnya manusia di padang masyhar?
Jawaban Detil
Di antara pembahasan penting tentang ma’âd
adalah pembahasan tentang bagaimana proses
terjadinya ma’âd dari sudut pandang jasmani
dan ruhani dimana dalam hal ini terdapat tiga
pendapat dari para filosof dan teolog Islam :
1. Hanya ma’âd jasmani (dimana ruh juga
termasuk sebagai jism lathif).
2. Hanya ma’âd ruhani.
3. Keyakinan terhadap keduanya; pada hari
Kiamat di samping ruh yang akan dibangkitkan
juga badan. Di samping pelbagai kelezatan
dan penderitaan indrawi, pelbagai kelezatan
dan penderitaan non-indrawi dan rasional
juga akan terwujud.
Realisasi ma’âd ditetapkan dengan argumen-
argumen rasional dan juga argumen-argumen yang
terangkap dari akal (akal) dan nukilan ( naql).
Namun terdapat perbedaan pendapat di antara
ulama terkait dengan apakah ma’âd itu jasmani
atau ruhani. Pada kesempatan ini kita tidak
akan mengkaji dan mengkritisi perbedaan
pendapat yang masing-masing dilontarkan oleh
kedua belah pihak.
Kali ini, kita tidak ada pembahasan terkait
dengan ma’âd ruhani. Pembahasan yang mengemuka
adalah pada ma’âd jasmani dan bagaimana proses
terealisirnya ma’âd jasmani. Ma’âd ruhani
adalah tuntutan keadilan, hikmah dan rahmat
Allah Swt.
Inti ma’âd jasmani juga ditetapkan melalui
beberapa cara. Misalnya dalam al-Qur’an dan
beberapa riwayat, sebagian dari pahala-pahala
ukhrawi, partikular dan indrawi dan hal ini
menunjukan kembalinya pada benda duniawi.
Sekarang pertanyaan yang mengedepan apakah
ma’âd jasmani adalah kembalinya benda ( jism)
duniawi persis dengan benda duniawi yang
sebelumnya dengan segala ciri dan tipologinya
atau berbeda?
Apa yang didukung oleh al-Qur’an adalah
kembalinya benda (jism) duniawi persis dengan
benda duniawi yang sebelumnya dan ayat yang
paling jelas adalah permohonan Nabi Ibrahim As
kepada Allah Swt terkait dengan bagaimana
proses menghidupkan orang mati. Pada kisah
tersebut Allah Swt menunjukkan kepada Nabi
Ibrahim bagaimana badan yang telah hancur
dikumpulkan dan dihidupkan kembali. Kisah Nabi
Uzair juga demikian adanya. Begitu pula dengan
penyerupaan menghidupkan orang mati dengan
menghidupkan bumi dan lain sebagainya
kesemuanya menjelaskan tentang ma’âd jasmani.
Namun hal ini tidak dapat dipahami sehubungan
dengan kembalinya fawâdhil (bagian-bagian
addisional dan tambahan manusia seperti
rambut, kulit, tulang dan lain sebagianya)
dari ayat ini karena problematika yang lebih
asasi boleh jadi terlintas dalam benak
seseorang bahwa bagaimana benda material yang
senantiasa berubah dan berganti, mengalami
proses menjadi dan mengalami kerusakan pergi
ke sebuah alam yang telah disebutkan yang
tidak terdapat sama sekali perubahan dan
kerusakan melainkan dalam terma teknis
filsafat aktualitas murni dan tidak terdapat
satu pun potensi di dalamnya?
Dengan asumsi ini, disebutkan bahwa kembalinya
jasmani pada ma’âd jasmani tidak meniscayakan
kembalinya fawâdhil disertai dengan seluruh
aksiden-aksiden material. Hal ini adalah
penyokong persoalan yang disebutkan di atas
berdasarkan tiadanya kemungkinan unsur-unsur
hancur di alam kiamat sebagaimana yang telah
disinggung di atas; karena apabila kita
berkata jasmani ini dengan segala aksiden dan
fawâdhil-nya maka hal itu akan meniscayakan
seluruh tingkatan alam keberadaan yang
tertinggi kita batasi dengan sebuah batasan
sebagaimana yang terdapat pada tingkatan
terendah alam tabiat!
Karena itu, kita saksikan bahwa tatkala Jibril
yang merupakan substansi non-material turun ke
alam tabiat, ia turun dalam bentuk Duhiyyah
al-Kalbi (dalam bentuk jasmani) karena setiap
tingkatan dari alam eksistensi masing-masing
memiliki hukum tersendiri.
Nah dengan memperhatikan perbedaan dua alam
ini tentu tidak dapat seluruh kemestian
material dunia menetapkan materi ukhrawi (dan
sebaliknya), sebagaimana air yang teredapat
pada dunia flora berada pada alam-alam luaran
dan warna dan rasanya mengalami perubahan.
Namun sesuai dengan penegasan al-Qur’an bahwa
air-air yang terdapat di surga sama sekali
tidak akan mengalami perubahan karena
kondisinya yang lebih tinggi dan lebih
sempurna.[1]
Harus dikatakan bahwa pada ma’âd jasmani yang
akan dibangkitkan adalah jasmani namun model
jasmani di sana berbeda dengan jasmani di
dunia dan bagian-bagian tambahan ( fawadhli)
yang telah sirna dan yang tersisa hanyalah
bagian-bagian ashliyah (orisinil) yang ada.
Kebanyakan ulama dalam masalah ma’âd jasmani
menegaskan pendapat ini bahwa keyakinan
terhadap kembalinya bagian-bagian fawadhil
(bagian-bagian tambahan) bukanlah termasuk
perkara wajib dalam ideologi Islam. [2]
Khaja Nashiruddin Thusi dalam Tajrid berkata,
“Apa yang menjadi hal pokok mazhab adalah
penetapan ma’âd jasmani dalam agama Muhammad
Saw dan tidak wajib meyakini kembalinya
bagian-bagian tambahan ( fawadhil) jasmani.”
Qausyaji, Muhaqqiq Ardabili, Allamah Hilli,
dan Sayid Asyraf bin Abdulhabib al-Husaini
adalah orang-orang yang memberikan syarah
(ulasan) atas buku Tajrid juga menegaskan
masalah ini dalam mengulas redaksi kalimat di
atas.
Dalam ungkapan-ungkapan ulama besar seperti
Sayid Abdullah dalam Mashâbih al-Anwâr dan
Allama Dawwani dalam Syarh ‘Aqâid
al-‘Adhudiyyah demikian juga Mahdi Naraqi
dalam Misykât al-‘Ulûm fî Bayân Mautsiqat
‘Ammâr al-Sâbâthi , memandang thinat yang
tersisa yang juga disebut disebut sebagai
bagian-bagian ashliyah dan sebagai hal yang
mesti bahwa thinat[3] ini yang akan
dibangkitkan pada hari Kiamat sebagai jasmani
ukhrawi.
Di sini kita akan menyinggung riwayat Ammar
Sabathi sehubungan dengan kembalinya thinat
asli jasmani sebagai berikut:
Imam Maksum ditanya apakah jasad mayit akan
rusak? Imam bersabda, “Iya sedemikian (rusak)
sehingga tidak akan ada daging dan tulang yang
tersisa selain thinat yang (pada permulaan)
telah dicipta dan thinat ini tidak akan rusak
kecuali tertahan di kubur hingga (manusia)
akan diciptakan (dibangkitkan) kembali
sebagaimana pertama kali mereka
diciptakan.” [4]
Boleh jadi dapat diasumsikan bahwa seluruh
tipologi jasmani seorang manusia terletak pada
thinat-nya yang dapat disimpan dalam sebuah
molekul yang dengan memanfaatkannya, jasmani
pada hari kiamat akan kembali merekonstruksi
dirinya dan masalah ini bukanlah suatu hal
yang aneh karena kita tahu bahwa sekarang para
ilmuan telah menemukan bahwa kurang-lebih
seluruh tipologi seorang manusia terpendam
pada genetik-genetik yang terdapat pada sel-
sel badannya dan proses kloning juga dilakukan
dengan memanfaatkan memori natural ini. Jelas
bahwa Tuhan yang menciptakan manusia mampu
menjaga memori ini dalam bentuk yang paling
cermat bahkan pada sebuah atom.
Dengan penjelasan ini, ma’âd yang akan terjadi
adalah ma’ad jasmani juga ruhani. Dan pada
jasmani hanya bagian-bagian ashliyah yang akan
kembali bukan fadhliyah . Dari sini menjadi
jelas bahwa adanya bumi tambahan tidak ada
sangkut pautnya dengan ma’âd jasmani sehingga
kita harus berbicara tentang apakah bumi
mencukupi untuk menampung seluruh orang
semenjak awal hingga akhir ketika kelak mereka
dikumpulkan. Karena yang mengemuka pada ma’âd
jasmani adalah bagian-bagian ashliyah badan
bukan bagian-bagian fadhliyah -nya.
[1] . Ali Rabbani Gulpaigani, Aqaid Istidlâli ,
jil. 2, hal. 246, Markaz Nasyr Hajir, 1387.
[2] . Al-Iskawi al-Hairi, al-Haj Mirza Musa,
Ihqâq al-Haq , hal. 17 sampai 24, Mathba’at al-
Nu’man al-Najaf al-Asyraf, Cetakan Kedua, 1358
H – 1965 M.
[3] . Dapat diartikan sebagai watak atau bawaan
lahir.
[4] . Kulaini, al-Kâfi , jil. 3, hal. 251, Dar
al-Kutub al-Islamiyah, Teheran.
“ﺳُﺌِﻞَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻳَﺒْﻠَﻰ ﺟَﺴَﺪُﻩُ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﻌَﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﻟَﺎ ﻳَﺒْﻘَﻰ ﻟَﻪُ ﻟَﺤْﻢٌ ﻭَ ﻟَﺎ ﻋَﻈْﻢٌ
ﺇِﻟَّﺎ ﻃِﻴﻨَﺘُﻪُ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﺧُﻠِﻖَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻟَﺎ ﺗُﺒْﻠَﻰ ﺗَﺒْﻘَﻰ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﻣُﺴْﺘَﺪِﻳﺮَﺓً ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺨْﻠَﻖَ
ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺧُﻠِﻖَ ﺃَﻭَّﻝَ ﻣَﺮَّﺓٍ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar